Tepat saat itu, waktu sudah mulai semakin
mendekati hari-H. Hari dimana saya harus mengikuti presentasi karya ilmiah di
kota terbesar ke-2 di Indonesia. Kota yang hingga kini menjadi kota yang
memiliki memori manis bagiku dan baginya, tentu. Masih terlintas di benakku,
saat itu tanggal 15 Desember 2011. Tim ku bersama pembimbingku dengan segera
membeli tiket untuk pergi ke Surabaya.
Aku pun langsung segera memesan tiket karena
bingung dengan biaya tiket yang pastinya mahal sebab kebetulan saat itu high
season, ku-booking tiket travel. Tiba-tiba temanku menghubungiku
karena ternyata ada tiket murah saat itu. Aku hanya berharap bahwa ia segera
mem-booking-nya dan bisa segera men-cancel tiket travel yang kupesan.
Kupikir, kalau ada yang lebih murah, kenapa tidak?
Kusiapkan seluruh barang-barang yang akan dibawa.
Laptop, seragam SMA. Tak lupa ku kabari seseorang yang selama ini menjadi
penyemangatku hingga akhirnya aku menulis karya ilmiah dan berharap setelah
lolos bisa bertemu dengannya. Hanya sesederhana itu. Setelah hubungan LDR sejak
Nopember 2011 kami jalani selama 2 minggu berujung putus olehnya karena ia
menganggap kami tak pernah bertemu dan untuk apa melanjutkan hubungan tanpa
pertemuan. Aku tentu sangat terpukul karena begitu menyukai dirinya. Dan..
Semenjak putus, aku hanya berharap bisa bertemu
dengannya. Kami lost contact. Hanya aku saja yang terus berusaha untuk
menghubunginya. Aku begitu menunggu balasannya tapi tak kunjung datang. Hingga
aku memutuskan mengikuti lomba tersebut
Tepat tanggal 15 Desember 2011, kami berangkat.
Awalnya aku kaget, karena kupikir kami akan ke Terminal Ubung, Denpasar, untuk
menaiki bus. Tetapi ternyata, guru pembimbing kami mengajak suaminya untuk
menjemput kami di sekolah dan berujung ke Bandara Ngurah Rai Bali. Bandara?
Tiket murah? Bagaimana bisa? Akhirnya saya bertanya-tanya dan dia hanya
menjawab bahwa kami akan naik Pesawat Air Asia. Saya bertanya "bukankah
tiket pesawat sangat mahal? Yang saya tau, travel justru lebih murah dibanding
pesawat. Memang kelemahan menggunakan travel adalah sangat melelahkan, terguncang-guncang
karena jalan darat tak bersahabat, belum lagi muntah saat perjalanan. Tapi saya
sudah terbiasa menggunakannya, apa ibu yakin ada pesawat yang melebihi murahnya
travel?". Tiba-tiba Ibu Guru Pembimbing kami menyodorkan tiket pesawat
yang ia pesan secara online dan saya hanya terdiam. "apakah ini mimpi?
Bisa menaiki pesawat?". Maklum, saya hanya seorang siswa biasa yang belum
pernah menaiki pesawat. Hanya bisa membeli tiket murah berupa travel atau bus.
Guru Pembimbing kami pun turun dari mobil, sedangkan
suainya menunggu di dalam mobil. Kami akan memohon restu kepada Kepala Sekolah
agar kami bisa memberikan presentasi terbaik karena membawa nama sekolah kami.
Dan Kepala Sekolah kami berkata bahwa jika kami bisa membawa piala juara
I/II/III, uang transportasi pesawat kami akan diganti pulang pergi. Dan, kami
boleh pulang pergi menggunakan pesawat. Mendengar hal itu, saya sangat
bersemangat sekali. Kami pun berangkat ke Bandara Ngurah Rai dan berpamitan
kepada suami dari Guru Pembimbing ku. Kami berdoa sesuai ajaran masing-masing,
kami saling berpegangan tangan saat berada di waiting room. "Apakah ini
mimpi?". Berkali-kali aku katakan hal itu hingga aku akhirnya benar-benar
merasakan bagaimana naik pesawat itu. Saat pertama kali masuk, jantungku
berdegub kencang. Sangat takut ketinggian. Ya, aku phobia ketinggian.
Bahkan aku terus memegang tangan rekanku, Diah Indrasuari. Rekan ku lainnya
bernama Ayu yang duduk bersama Ibu Guru Pembimbingku. Pramugari mulai
mengintruksikan cara pemasangan side belt. Sambil memegangi tangan
temanku, aku memasang side belt tersebut. Tanganku mulai dingin, tetapi
berkeringat. Aku mulai merasakan pesawat mulai lepas landas. Aku hanya berdoa
terus dalam hati. Berkeringat dingin. terus berdoa dalam hati, berharap takkan
terjadi kecelakaan pesawat seperti pemberitaan di televisi. Akhirnya, pesawat
mengudara dan kami berada di atas. Aku merasakan pesawat ulai menabrak awan dan
ku pikir itu adalah sebuah masalah besar. Aku mulai merogoh buku saku doa yang
aku bawa untuk orang yang mengendarai pesawat. Aku ketakutan. Sangat takut.
Temanku tertawa melihat tingkahku yang mulai tidak karuan. Aku hanya bisa
menahan jengkel melihat dia yang menertawakanku. Selama di pesawat, aku
memegang erat lengan temanku (bukan lagi memegang telapak tangan), karena
sangat ketakutan. Puji Tuhan, akhirnya kami sampai dengan selamat. Dan saat
landing, kami tetap berpegangan lengan dan mengucap syukur. Akhirnya kami
sampai di Bandara Djuanda Surabaya. Ya, kota tempat pria ku yang begitu aku
cinta, kini berada.
Kami memutuskan untuk menginap kos harian daerah
Jalan Dharmawangsa Surabaya, dekat Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Setiap
hari kami berlatih presentasi hingga menjelang hari presentasi karena sulitnya
materi yang akan kami bawa dan bukan level siswa SMA. Kami tidur kurang dari 3
jam hampir setiap hari. Di sela-sela waktu istirahat sejenak, ku sempatkan
mengirmkan SMS kepada pria ku itu, yang masih sangat aku cinta. Gio.
Dia memori terindahku. Dia penyeimbang dan penyemangatku.
Aku begitu mengaguminya.
Singkat cerita, dia masih begitu dingin padaku.
Tiba pula akhirnya, tanggal 17. Presentasi dimulai. Keringat dingin mengucur.
Dan aku mulai melangkahkan kaki ku dan terus berusaha mengatur napas.
Dihadapkan pada 3 orang juri yang semuanya adalah dokter handal pada bidang
yang berhubungan dengan judul Karya Ilmiahku di ruang sidang FK Universitas
Airlangga. Bahkan saat sesi tanya jawab, juri memintaku untuk menunjukkan data
yang saat itu tidak ada di laptop dan ada di flashdisk di tas tempatku duduk
sebelum aku maju presentasi. Dengan langkah getar, aku mulai melangkah, tangan
ku dingin dan berkeringat. Aku mulai panik karena tidak menemukan flashdisk
itu. Dan puji Tuhan bisa ku temukan. Aku kembali melangkah ke tempat presentasiku
di depan. Semua mata memandang tajam padaku. Akhirnya, semua bisa kami
selesaikan.
Dan saat pengumuan tanggal 18 Desember, aku sempatkan sms pria ku, meski bukan milikku.
Dan saat pengumuan tanggal 18 Desember, aku sempatkan sms pria ku, meski bukan milikku.
Entah mengapa, saat itu ia mau bertemu denganku.
Pria ku. Dan akhirnya bertemu di depan Perpustakaan FK Universitas Airlangga.
Bercanda bersama. Indah sekali
Pria yang dulu memutuskan cinta itu. Pria yang
mengabaikanku dan tak pernah menganggap setiap sms dan teleponku. pria itu.
Gio. Dialah yang hingga kini menjadi Pacarku.
Berkat Air Asia, aku bisa menemukan Pria ku yang
hilang. Yang dulu tak acuh dan peduli, kini telah bersama ku dan masih bersama
ku. Terhitung hampir 3 tahun kami berpacaran. Dan sungguh bahagia
memilikinya.
Kami pulang dengan bahagia membawa piala Juara II
LKTI FK Universitas Airlangga tersebut yang kami kirim khusus melalui
paket ke Bali. Dan.. pulang dengan bahagia sambil meragkul lengan Diah di Pesawat
Air Asia..