Minggu, 30 Oktober 2011

Terima kasih Petani Indonesia

Nama saya Ruth. Usia saya 16 tahun. Saat ini saya tinggal di Denpasar, sebuah kota yang sebagian besar penduduknya masih mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Tepatnya, saya tinggal di perbatasan antara Kota Denpasar dengan Kabupaten Badung, Bali.

Daerah tempat saya tinggal masih mempertahankan adat dan istiadatnya dalam banyak hal. Mata pencaharian utama tetangga saya sebagian besar adalah sebagai petani. Biasanya, para petani yang merupakan tetangga saya, menggunakan lahannya untuk ditanam dengan tanaman padi.
Tetapi, tidak hanya tanaman padi saya yang ditanam pada media sawah ini. Biasanya, tetangga saya juga menanam tanaman kedelai. Di belakang tanaman kedelai, mereka juga menanam tanaman Pacah (Bunga Pacar) yang biasanya dipergunakan sebagai sesaji yang biasa disebut “canang”. Canang ini dihaturkan/dipersembahkan (dalam Bahasa Bali dibantenin) setiap hari oleh umat Hindu di Bali. Bunga Pacar ini merupakan bunga yang sangat penting bagi warga Bali khususnya dalam kegiatan persembahyangan umat Hindu. Kembali mengenai masalah kedelai, menanam tanaman kedelai termasuk lebih mudah dibandingkan dengan menanam padi. Berbeda dengan menanam padi yang harus benar-benar lembab bahkan basah tanahnya, tanaman kedelai termasuk mudah perawatannya. Tanaman ini mampu bertahan di tanah yang agak kering dan merupakan salah satu komoditas utama bagi masyarakat sekitar rumah saya. Biasanya, tanaman kedelai baru dapat dipanen untuk dikonsumsi pada umur 75-110 hari. Pada saat masa panen, biasanya tetangga saya dengan wajah gembiranya membawa sabit dan juga karung.

Mereka berbondong-bondong untuk memanen kedelai-kedelai itu. Dengan perlengkapan seadanya, seperti sepatu boot yang sudah nyaris rusak, topi capil dari jerami dan baju panjang seadanya, mereka bersama-sama menyabit kedelai tersebut. mereka dengan sabar memilah-milahnya dan hasilnya dikumpulkannya dalam sebuah karung untuk dijual ke pasar. Saat panen berlangsung, mereka hanya mengandalkan bedak dingin yang dioleskan pada wajah mereka masing-masing. Untuk mengetahui bagaimana panasnya terik matahari saat anen di siang hari, saya mencobanya. Saya tidak menggunakan baju panjang, hanya menggunakan capil di kepala saya dan sabit untuk memotong batang-batang kedelai.

Saya tidak menggunakan baju panjang saat memanen kedelai, karena saya ingin merasakan panasnya matahari siang itu. Selain itu saya mengkonsumsi natur-E, yang merupakan suplemen yang akan menutrisi kulit saya sehingga kulit saya menjadi terjaga kehalusannya dan kesehatannya. Tetangga saya yang mempertahankan cara tradisionalnya menggunakan bedak dingin, merupakan cara eksternal (dari luar) mereka agar kulit mereka tidak terbakar di tengah teriknya panas matahari. Sedangkan saya, mengkonsumsi Natur-E yang merupakan cara internal (dari dalam) untuk menjaga kehalusan kulit saya. Melalui tulisan saya ini, para petani menginspirasi saya bahwa mereka mampu bekerja di terik panas matahari demi sesuap nasi bagi keluarga mereka. Kerja keras mereka meninspirasi saya untuk terus bersemangat dalam menjalani hidup dan sekolah saya. Terimakasih Para Petani Indonesia. Karena kalian, kami dapat menikmati hasil berupa beras, kedelai, dan berbagai olahannya.

0 komentar:

Home

Minggu, 30 Oktober 2011

Terima kasih Petani Indonesia

Nama saya Ruth. Usia saya 16 tahun. Saat ini saya tinggal di Denpasar, sebuah kota yang sebagian besar penduduknya masih mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Tepatnya, saya tinggal di perbatasan antara Kota Denpasar dengan Kabupaten Badung, Bali.

Daerah tempat saya tinggal masih mempertahankan adat dan istiadatnya dalam banyak hal. Mata pencaharian utama tetangga saya sebagian besar adalah sebagai petani. Biasanya, para petani yang merupakan tetangga saya, menggunakan lahannya untuk ditanam dengan tanaman padi.
Tetapi, tidak hanya tanaman padi saya yang ditanam pada media sawah ini. Biasanya, tetangga saya juga menanam tanaman kedelai. Di belakang tanaman kedelai, mereka juga menanam tanaman Pacah (Bunga Pacar) yang biasanya dipergunakan sebagai sesaji yang biasa disebut “canang”. Canang ini dihaturkan/dipersembahkan (dalam Bahasa Bali dibantenin) setiap hari oleh umat Hindu di Bali. Bunga Pacar ini merupakan bunga yang sangat penting bagi warga Bali khususnya dalam kegiatan persembahyangan umat Hindu. Kembali mengenai masalah kedelai, menanam tanaman kedelai termasuk lebih mudah dibandingkan dengan menanam padi. Berbeda dengan menanam padi yang harus benar-benar lembab bahkan basah tanahnya, tanaman kedelai termasuk mudah perawatannya. Tanaman ini mampu bertahan di tanah yang agak kering dan merupakan salah satu komoditas utama bagi masyarakat sekitar rumah saya. Biasanya, tanaman kedelai baru dapat dipanen untuk dikonsumsi pada umur 75-110 hari. Pada saat masa panen, biasanya tetangga saya dengan wajah gembiranya membawa sabit dan juga karung.

Mereka berbondong-bondong untuk memanen kedelai-kedelai itu. Dengan perlengkapan seadanya, seperti sepatu boot yang sudah nyaris rusak, topi capil dari jerami dan baju panjang seadanya, mereka bersama-sama menyabit kedelai tersebut. mereka dengan sabar memilah-milahnya dan hasilnya dikumpulkannya dalam sebuah karung untuk dijual ke pasar. Saat panen berlangsung, mereka hanya mengandalkan bedak dingin yang dioleskan pada wajah mereka masing-masing. Untuk mengetahui bagaimana panasnya terik matahari saat anen di siang hari, saya mencobanya. Saya tidak menggunakan baju panjang, hanya menggunakan capil di kepala saya dan sabit untuk memotong batang-batang kedelai.

Saya tidak menggunakan baju panjang saat memanen kedelai, karena saya ingin merasakan panasnya matahari siang itu. Selain itu saya mengkonsumsi natur-E, yang merupakan suplemen yang akan menutrisi kulit saya sehingga kulit saya menjadi terjaga kehalusannya dan kesehatannya. Tetangga saya yang mempertahankan cara tradisionalnya menggunakan bedak dingin, merupakan cara eksternal (dari luar) mereka agar kulit mereka tidak terbakar di tengah teriknya panas matahari. Sedangkan saya, mengkonsumsi Natur-E yang merupakan cara internal (dari dalam) untuk menjaga kehalusan kulit saya. Melalui tulisan saya ini, para petani menginspirasi saya bahwa mereka mampu bekerja di terik panas matahari demi sesuap nasi bagi keluarga mereka. Kerja keras mereka meninspirasi saya untuk terus bersemangat dalam menjalani hidup dan sekolah saya. Terimakasih Para Petani Indonesia. Karena kalian, kami dapat menikmati hasil berupa beras, kedelai, dan berbagai olahannya.

Tidak ada komentar: